Senin, 28 Desember 2015

PERISTIWA KUE LAPIS DI INDONESIA

Tema: Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

Kue lapis. Ada apa dengan kue lapis? Mengapa saya membahas kue lapis???

Teman-teman, kalian tentu pernah melihat kue lapis, yaitu kue yang tersusun dari beberapa lembaran kue lalu ditumpuknya menjadi satu kesatuan. Derajat seseorang dapat dianalogikan dengan kue lapis, semakin banyak lapisannya, maka semakin tinggi pula kue tersebut, dengan kata lain, seseorang yang memiliki lebih banyak kemampuan atau kelebihan, maka semakin tinggi pula derajat orang tersebut. Akan tetapi, kelebihan apa sajakah itu? Di dalam suatu masyarakat, pasti ada sesuatu yang paling dihargai oleh masyarakat. Bagi masyarakat agraris, tanah adalah sesuatu yang paling dihargai, bagi masyarakat industri, uang adalah sesuatu yang paling dihargai. Pada masyarakat kota, pendidikan merupakan hal yang paling dihargai. Sumber-sumber seperti uang, tanah, dan pendidikan akan menyebabkan adanya pelapisan. Jadi, mereka yang memiliki kelebihan berupa uang, tanah, ataupun pendidikan tinggi akan menempati  lapisan atas suatu masyarakat.
Pelapisan sosial di kalangan masyarakat Indonesia sudah terjadi sejak dulu oleh masyarakat yang beragama hindu yang disebut dengan kasta sosial. Dalam agama hindu, istilah Kasta disebut dengan Warna yang berasal dari bahasa Sansekerta vrn yang berarti “memilih (sebuah kelompok)". Dalam ajaran agama Hindu, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Maksudnya adalah meskipun seseorang lahir dalam keluarga Sudra (budak), apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana (rohaniwan). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. Kasta sosial terbagi menjadi empat, yaitu:
1.     Brahmana, yaitu golongan pendeta dan rohaniwan dalam suatu masyarakat. Golongan Brahmana adalah golongan yang paling dihormati.
2.     Ksatria, yaitu golongan para bangsawan yang menekuni bidang pemerintahan atau administrasi negara. Selain itu, seseorang yang ahli dalam bidang militer dan mahir menggunakan senjata juga termasuk ke dalam kasta ksatriya. Kewajiban golongan Ksatriya adalah melindungi golongan BrahmanaWaisya, dan Sudra.
3.     Waisya, yaitu golongan para pedagangpetaninelayan, dan profesi lainnya yang termasuk bidang perniagaan seperti makananpakaian, harta benda, dan sebagainya. Kewajiban mereka adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra.
4.     Sudra, yaitu golongan para pelayan yang membantu golongan BrahmanaKshatriya, dan Waisya agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi.

Sistem kasta di Indonesia dapat ditemukan di Bali, namun pengkastaannya tidak terlalu kaku dan tertutup seperti di India. Pengkastaan di Bali disebut dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut.
a.                 Brahmana, merupakan tingkatan kasta tertinggi di Bali. Kasta ini diduduki oleh para pemuka agama dan diberi gelar Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan.
b.                 Ksatria,merupakan tingkatan kedua setelah brahmana. Kasta ini diduduki oleh para bangsawan dan diberi gelar Cokorda, Dewa, atau Ngahan.
c.                  Waisya, merupakan tingkatan ketiga setelah ksatria. Kasta ini diduduki oleh para pedagang dan diberi gelar Bagus atau Gusti.
d.                 Sudra, merupakan tingkatan paling rendah dalam sistem kasta di Bali. Kasta ini diduduki oleh para pekerja atau buruh dan diberi gelar Pande, Kbon, atau Pasek.
Di Indonesia, tepatnya Jakarta, masih banyak permasalahan tentang pelapisan sosial dan kesamaan derajat. Di Jakarta, masih banyak orang yang lebih menghargai dan lebih senang bergaul  dengan Si Kaya (seseorang yang memiliki harta lebih) daripada mereka yang memiliki harta pas-pasan atau bahkan kurang. Akibatnya, banyak orang yang akan melakukan apapun demi mendapatkan uang yang banyak sehingga akhirnya mereka akan dihargai. Ibu saya pernah bercerita kalau dahulu ada tetangganya yang sampai rela melakukan hal mistis demi menjadi orang kaya, karena ia menganggap bahwa orang kaya akan lebih dihargai di Jakarta dan di kampungnya dan ia juga menganggap bahwa urusan akhirat adalah urusan belakangan.
Saya sedih mendengar kisah diatas, karena menurut saya, kekayaan hatilah yang paling penting. Percuma apabila seseorang memiliki harta yang berlimpah tetapi perilakunya buruk, karena nantinya perilaku buruk tersebut akan membawa kehancuran pada hidup dan juga karirnya. Saran saya kepada kalian yang membaca blog ini, tolong jangan menilai orang dari hartanya, tetapi nilailah orang tersebut dari perilakunya sehari-hari. Dengan begitu, semua orang akan hidup dengan tenang dan damai tanpa harus merasa takut dikucilkan karena harta yang dimilikinya.







Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar