Sabtu, 04 November 2017

GARUDA INDONESIA MASKAPAI DOMESTIK PERTAMA TERIMA ISO 9001:2015 UNTUK DELAY MANAGEMENT



Jakarta, 15 Desember 2015 – Maskapai flag carrier nasional Garuda Indonesia (Persero) Tbk., pada hari ini, Selasa (15/12), menerima sertifikat standar sistem manajemen mutu ISO 9001:2015 untuk Delay Management. Sertifikat tersebut merupakan wujud komitmen Garuda Indonesia dalam meningkatkan kinerja dan menerapkan layanan terbaik bagi seluruh pengguna jasa khususnya dalam prosedur penanganan keterlambatan penerbangan.
Sertifikat ISO 9001:2015 tersebut dikeluarkan British Standard Institute Indonesia selaku Badan Sertifikasi Indonesia, sesuai dengan komitmen yang ditandatangani oleh Direktur Layanan Garuda Indonesia Nicodemus P. Lampe kepada Menteri Perhubungan RI pada tanggal 9 Juli 2015 lalu sebagai upaya peningkatan layanan yang berkelanjutan khususnya dalam lingkup delay management di seluruh station domestik Garuda Indonesia.
Direktur Utama Garuda Indonesia M. Arif Wibowo pada acara penyerahan sertifikat ISO 9001:2015 di Auditorium Gedung Manajemen Garuda Indonesia mengatakan, Selasa, mengatakan, saat ini Garuda Indonesia merupakan maskapai domestik pertama yang mendapatkan sertifikat ISO 9001:2015.
“Perolehan sertifikat ISO 9001:2015 ini tentu akan mendukung program peningkatan pelayanan yang kami lakukan secara berkelanjutan khususnya dalam penyediaan layanan yang sesuai dengan tuntutan para customers yang terus meningkat, dan sejalan pula dengan program pengembangan perusahaan ke depan dalam menjadi the most caring airline," kata Arif.
Sementara itu, Direktur Layanan Garuda Indonesia Nicodemus P. Lampe mengatakan, delay management di setiap maskapai merupakan salah satu atribut utama dalam memenuhi kepuasan pelanggan, dan berpengaruh terhadap kredibilitas dan kepercayaan pelanggan.
“Sertifikasi ISO 9001:2015 ini merupakan acuan bagi Garuda Indonesia dalam menangani keterlambatan penerbangan sesuai dengan standar internasional. Dengan adanya sertifikasi ini, kami berharap di masa mendatang Garuda akan senantiasa dapat memberikan pelayanan terbaiknya kepada seluruh pengguna jasa dalam setiap situasi,” kata Nico.
Proses sertifikasi ISO 9001:2015 dimulai pada bulan Agustus 2015, diawali dengan proses membangun awareness dan pemberian pemahaman mengenai ISO 9001 melalui pelaksanaan pelatihan “Interpretation & Documentation ISO 9001:2015” untuk tim sertifikasi dan seluruh staf yang terlibat dalam penanganan keterlambatan penerbangan, yang dilanjutkan dengan executive briefing untuk para pimpinan unit. Selanjutnya, tim sertifikasi melaksanakan workshop penyusunan delay management system yang sesuai persyaratan ISO 9001:2015 dan melakukan sosialiasi mengenai delay management system tersebut kepada unit-unit kerja terkait.
Implementasi delay management manual dimulai pada Oktober 2015 di seluruh station domestik Garuda Indonesia, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan audit pada bulan November 2015 untuk mengetahui tingkat efektivitas implementasi sistem. Proses audit tersebut dilakukan oleh auditor internal Garuda yang telah lulus pelatihan International Registered Certified Auditor (IRCA). Setelah seluruh program persiapan berjalan sesuai rencana, selanjutnya baru dilakukan proses sertifikasi oleh British Standard Institute Indonesia melalui dua tahapan; yaitu audit tahap pertama (first stage audit) yang meliputi audit dokumen dan audit tahap kedua (second stage audit) yang meliputi audit lapangan untuk mengetahui efektivitas implementasi dari delay management.
Hasil audit tahap pertama menunjukkan bahwa Delay Management Manual (DMM) Garuda telah memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu ISO 9001:2015. Sementara audit tahap kedua telah dilaksanakan di delapan station domestik Garuda yaitu Kualanamu (KNO), Batam (BTH), Cengkareng (CGK), Surabaya (SUB), Denpasar (DPS) , Makassar (UPG), Balikpapan (BPN), dan Jayapura (DJJ).
Di samping itu, sebagai bukti komitmen Garuda Indonesia dalam menerapkan sistem keamanan penerbangan yang sesuai dengan standar keamanan maskapai international yang ditetapkan oleh International Air Transport Association (IATA), sejak tahun 2008 Garuda Indonesia menjadi satu-satunya maskapai di Indonesia yang memiliki sertifikat IOSA (IATA Operational Safety Audit). Sertifikasi IOSA ini dilaksanakan setiap dua tahun sekali, dimana sertifikat IOSA Garuda Indonesia terakhir baru saja diperpanjang pada tahun 2014 lalu.



ULASAN:
ISO 9001 adalah standar internasional yang diakui dunia untuk sertifikasi Sistem Manajemen Mutu (SMM) dan bersifat global. Sistem ini bersifat umum dan dapat diterapkan untuk berbagai jenis organisasi dan industri, selain itu, sistem ini juga bersifat fleksibel untuk mengarahkan berbagai organisasi dan industri dalam mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaannya untuk mencapai kepuasan pelanggan.
PT Garuda Indonesia merupakan salah satu maskapai penerbangan di Indonesia. Pada bulan Desember 2015 lalu, PT Garuda Indonesia menerima sertifikat standar sistem manajemen mutu ISO 9001:2015 untuk delay management, hal tersebut membuat PT Garuda Indonesia sebagai maskapai domestik pertama yang mendapatkan sertifikat ISO 9001:2015. Sertifikat tersebut merupakan wujud nyata dari komitmen PT Garuda Indonesia dalam meningkatkan kinerja dan menerapkan layanan terbaik bagi seluruh pengguna jasa, khususnya dalam prosedur penanganan keterlambatan penerbangan di mana penanganan keterlambatan penerbangan merupakan salah satu atribut utama dalam memenuhi kepuasan pelanggan dan berpengaruh terhadap kredibilitas dan kepercayaan pelanggan. Proses sertifikasi dilakukan oleh British Standard Institute Indonesia melalui dua tahapan, yaitu audit tahap pertama (first stage audit), yang merupakan audit dokumen dan audit tahap kedua (second stage audit) yang merupakan audit lapangan untuk mengetahui efektivitas implementasi dari delay management. Hasil dari kedua audit tersebut menunjukkan bahwa PT Garuda Indonesia telah memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu ISO 9001:2015 sehingga PT Garuda Indonesia berhak mendapatkan sertifikat standar sistem manajemen mutu ISO 9001:2015.


Sumber:
https://www.garuda-indonesia.com/id/id/news-and-events/ga-maskapai-domestik-pertama-terima-iso-9001-2015.page

Jumat, 03 Juni 2016

KASUS PEMALSUAN MEREK, ADIDAS MENANG LAGI


Jakarta - Pemegang merek adidas AG menang di Pengadilan Jakarta Pusat terkait kasus pelanggaran merek 3-STRIP miliknya. Kemenangan ini bukan pertama kalinya bagi adidas di Indonesia dalam kasus serupa. Pada tanggal 4 Mei 2012, adidas mendapatkan putusan penghentian pelanggaran dan uang paksa serta biaya perkara dari Zul Achyar B.H. Bustaman sebagai tergugat atas pelanggaran merek 3-STRIP di Indonesia. Perkara ini terdaftar dengan No. 111/Merek/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Pihak adidas mengajukan gugatan ini berdasarkan Undang-undang Merek No. 15/2001, yakni berdasarkan ketentuan tentang pelanggaran merek, khususnya atas penggunaan secara tanpa hak atas merek yang menyerupai sehingga menimbulkan kebingungan. Demikian disampaikan kuasa hukum adidas, Juliane Sari Manurung dari Suryomurcito & Co dalam keterangan tertulisnya yang diterima detikFinance, Kamis (21/6/2012). "Dasar dari kasus ini adalah garis/ strip yang ada pada sepatu Tergugat terlihat sangat mirip dengan merek 3-STRIP milik adidas sehingga konsumen akan mudah terkecoh karenanya. Hukum Merek di Indonesia melindungi hal semacam ini, sejalan dengan peraturan internasional seperti Perjanjian WTO. Adidas tentunya akan mengambil tindakan hukum untuk melindungi hak-haknya dan pengadilan niaga telah membuat keputusan yang tepat,” katanya.
Merek adidas 3-STRIP tidak hanya terdaftar di Indonesia, tetapi juga telah diakui sebagai merek terkenal pada perkara lainnya di Indonesia. Misalnya pada kasus No. 13/Merek/2010/PN.JKT.PST diantara adidas melawan Kim Sung Soo pada Pengadilan Niaga Jakarta, putusan tanggal 14 Juni 2010 serta di banyak negara lainnya di luar negeri. Sidang pertama dari Gugatan Pelanggaran Merek dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2012 dan keputusan dibacakan di Pengadilan Niaga Jakarta pada tanggal 4 Mei 2012. Majelis hakim diketuai oleh Dr. Sudharmawatiningsih S.H., M.H.
Adidas berdiri sejak tahun 1949 yang berarti bahwa merek 3-STRIP telah digunakan sejak tahun 1949. Produk adidas telah diproduksi secara luas dan dijual di seluruh Indonesia. Adidas juga telah memenangkan kasus yang serupa untuk melindungi merek 3-STRIPnya di berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Italia, Spanyol, Belgia, Yunani dan China.



Kesimpulan:
Sikap dari pihak Adidas benar karena telah menindaklanjuti kasus tersebut sebab apabila kasus tersebut didiamkan akan merugikan pihak Adidas dan menguntungkan pihak lawan. Para konsumen produk adidas juga akan merasa bingung dan akhirnya merasa dirugikan apabila produk yang mereka beli bukanlah produk yang asli, melainkan produk yang hanya memiliki kemiripan tampilannya. Saya berharap, para pengusaha di luar sana lebih kreatif dalam membuat suatu produk karena apabila hanya meniru, tentu akan menimbulkan permasalahan di masa yang akan datang, atau apabila ingin memakai simbol atau nama yang hampir serupa sebaiknya izin terlebih dahulu kepada pihak yang terkait. Kasus di atas tidak baik karena melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 6 yang berbunyi sebagai berikut:
1.      Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.       mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b.      mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya.
c.       Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
2.      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3.      Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.       Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b.      Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c.       Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.


Sumber:

PERLINDUNGAN MEREK SECARA OFENSIF DALAM KASUS KOPITIAM


Sengketa merek Kopitiam mungkin menjadi salah satu sengketa merek paling besar di Indonesia. Sengketa ini melibatkan banyak sekali pihak terutama para pemilik restoran kopitiam atau coffee shop. Kasus ini bermula sejak dikeluarkannya pengumuman tentang kepemilikan merek KOPITIAM di media massa oleh Abdul Alex Soelystio. Pengumuman ini pada intinya memberikan peringatan kepada anggota-anggota Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI) untuk menurunkan papan merek atau tidak lagi menggunakan merek Kopitiam karena Abdul Alex Soelystio adalah pemegang hak ekslusif yang telah diperolehnya sejak tahun 1996 dan telah diperpanjang kembali pada 2006. Oleh karena itu, pemakaian merek Kopitiam ini dapat dikenakan tindak pidana merek.
Pengumuman tersebut menyebabkan banyak pemilik restoran kopitiam yang mengganti namanya, tetapi juga tidak sedikit yang tidak mau menggantinya, bahkan ada beberapa pihak terutama pemilik restoran/ cafe Kopitiam yang malah menggugat Menkum HAM sebagai pihak yang mengeluarkan izin merek itu dan juga menggugat Abdul Alex atas merek Kopitiam. Salah satunya adalah Pamin Halim, pemilik Kok Tong Kopitiam. Menurutnya, penulisan ‘Kok Tong Kopitiam’ sangat jauh berbeda dengan penulisan merek ‘KOPITIAM’ ala Abdul Alex. Meski berbeda jauh, tetapi MA di tingkat kasasi tetap menyatakan kedai kopi ‘Kok Tong Kopitiam’ memiliki persamaan pada pokoknya dengan kedai kopi ‘KOPITIAM’.
Kemudian giliran Phiko Leo Putra sebagai pemilik Lau’s Kopitiam yang melakukan gugatan ke Alex. Dalam argumennya, Phiko salah satunya merujuk kepada keputusan Intelectual Poperty Office of Singapore (Kantor HAKI Singapura) dalam perkara Pasific Rim Industries Inc melawan Valentinin Globe BV. Dalam pertimbangannya, Dewan Pariwisata Singapura mengakui bahwa bahasa adalah hidup dan secara konstan berkembang dalam negara yang memiliki ras sangat banyak seperti Singapura yang kaya akan dengan berbagai bahasa dan budaya. “Kopitiam diakui sebagai kata lokal baru yang terbentuk dari habungan dan kombinasi tempat makan yang memiliki kios minum yang menyediakan minuman serta kedai yang menyediakan makanan,” ujar Dewan Pariwisata Singapura, akan tetapi apa daya, gugatan Phiko juga kandas menyusul nasib Pamin Halim. Majelis PK yang diketuai Syamsul Ma’arif PdD dengan anggota Prof Dr Takdir Rahmadi dan Hamdi menyatakan Lau’s Kopitiam memiliki persamaan dengan KOPITIAM dan mengadili Phiko harus mengganti merek kedainya. Menariknya, Syamsul dalam putusan Pamin Halim adalah hakim agung yang tidak setuju KOPITIAM sebagai kata yang bisa diberikan hak ekslusif.


Terdapat beberapa pihak yang juga melawan Alex, yaitu QQ Kopitiam dan Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI). Alex menang sehingga QQ Kopitiam harus mengganti namanya dan tidak boleh menggunakan merek Kopitiam lagi walaupun sebelumnya QQ Kopitiam sudah menghapus kata Kopitiam dari restoran-restoran mereka, selain itu Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI) juga harus menerima kekalahannya pasalnya, majelis hakim memutuskan untuk tidak menerima gugatan PPKTI dan menerima eksepsi Abdul Alex. Majelis hakim berpijak pada eksepsi tergugat yang menilai gabungan pengusaha warung Kopi Tiam tak memiliki ‘legal standing‘ karena PPKTI hanya dapat menunjukkan akta pendiriannya yang didirikan pada 3 Mei 2011, namun akta ini belum mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana yang diharuskan oleh Pasal 1653-1665 KUH Perdata.
Berdasarkan kasus diatas, banyak pihak yang berpendapat bahwa seharusnya kata KOPITIAM tidak bisa digunakan sebagai sebuah merek karena merupakan sebuah kata yang generik, selain itu banyak juga pihak yang menyebut bahwa Alex terlalu kapitalis dengan mempertahankan merek KOPITIAM eksklusif untuk dia. Tetapi terlepas dari itu semua, terbukti bahwa perlindungan sebuah merek sangatlah penting dalam membangun usaha yang sustainable atau berkelanjutan. Memang kita bisa dengan mudah mengganti merek dagang kita setiap saat, tetapi perjuangan yang telah kita lakukan dalam membangun sebuah merek akan jadi sia-sia apabila kita mengganti merek kita.
Berdasarkan kasus diatas, kita dapat melihat bahwa perlindungan sebuah merek juga dapat berfungsi secara defensif atau pertahanan maupun ofensif atau penyerangan. Alex dapat menggunakan perlindungan merek Kopitiam secara ofensif pada kasus ini dengan mengalahkan pemilik usaha kopitiam lainnya sehingga Alex dapat memonopoli merek KOPITIAM.



Kesimpulan:
Berdasarkan kasus di atas, pihak yang menang dalam pengadilan adalah pihak yang mendaftarkan terlebih dahulu atau yang lebih cepat mendaftarkan merek dagangnya, yaitu Abdul Alex Soelystio, pemilik merek KOPITIAM. Merek KOPITIAM sendiri sebenarnya banyak dipakai secara bebas di Indonesia, namun semenjak Abdul Alex Soelystio mendaftarkan kata kopitiam sebagai merek dagangnya, maka pihak-pihak yang memakai kata tersebut harus mengganti atau menghapus kata kopitiam dari tokonya. Hal tersebut didukung oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 6 yang berbunyi sebagai berikut:
1.      Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.       mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b.      mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya.
c.       Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
2.      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3.      Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.       Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b.      Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c.       Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Berdasarkan Undang-Undang di atas, pihak-pihak yang menggunakan nama yang sama atau hampir sama dengan merek yang sudah ada sebaiknya mengganti nama tersebut agar tidak menimbulkan permasalahan yang nantinya akan merugikan mereka sendiri. Memang sulit untuk mengubah suatu nama atau merek, tetapi apabila hal tersebut demi kebaikan di masa yang akan datang, mengapa tidak? Selain itu, pihak-pihak yang memiliki usaha sebaiknya mendaftarkan merek dagang mereka dengan segera agar tidak terjadi perebutan merek dagang dan menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak.


Sumber:

Selasa, 26 April 2016

HAK PATEN MESIN MOTOR BAJAJ DITOLAK DI INDONESIA

Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.
Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) sebab permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.
Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten, namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip yang masih baru berkembang.
Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain, namun kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki emisi yang ramah lingkungan.
Ditjen HAKI memiliki catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara aslanya, yaitu India.

Keismpulan:
Berdasarkan kasus di atas, sebaiknya perusahaan Bajaj lebih jeli apabila ingin mematenkan produknya, apakah produk tersebut sudah dipatenkan atau belum oleh perusahaan lain, karena apabila langsung mematenkan tanpa mencari tahu terlebih dahulu bisa menimbuklan kerugian bagi pihak yang bersangkutan. Menurut saya, sikap Ditjen HAKI itu benar karena sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut:
(1)   Pemegang paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya
a.       Dalam hal paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, meyerahkan, atau menyediakan untuk dijual  atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
b.      Dalam hal paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Maka perusahaan Hondalah yang memiliki hak paten atas mesin tersebut dan perusahaan Bajaj harus menerima keputusan yang telah ditetapkan oleh hakim pengadilan.

Sumber:
http://oto.detik.com/read/2011/09/29/150756/1733364/1208/hak-paten-mesin-motor-bajaj-ditolak-di-indonesia

Gugatan Hak Paten Yahoo ke Facebook

Menjelang rencana go public Facebook ternyata muncul masalah baru yang menghampiri raksasa jejaring sosial ini. Yahoo baru saja mengajukan gugatan kepada Facebook terkait 10 hak paten. Masalah hak paten biasa terjadi antara pembuat smartphone, tetapi ini untuk pertama kalinya masalah ini diributkan oleh kedua “raksasa” internet.


Dalam pengajuan gugatan, Yahoo merasa dirugikan karena Facebook menggunakan paten teknologi Yahoo yang telah didaftarkan di Amerika Serikat (AS). Pelanggaran yang telah dilakukan Facebook tidak dapat dikompensasi dengan cara pembayaran royalti. Pihak Facebook pun menanggapi gugatan itu dalam sebuah pernyataan. “Kami akan mempertahankan diri dengan penuh semangat untuk melawan tindakan yang membingungkan ini,” jawab juru bicara Facebook. Menurut Yahoo, pertumbuhan Facebook yang begitu cepat, bagaimanapun, didasari oleh penggunaan teknologi jejaring sosial yang telah dipatenkan Yahoo, namun dari 10 paten yang dipermasalahkan tersebut sebagian besar merujuk pada periklanan online, termasuk cara penempatan iklan dan metode aksesnya. Dari 10 paten, hanya dua yang terkait dengan teknologi media sosial.
Kasus ini seperti ulangan dari keputusan Yahoo untuk menggugat Google menyusul penawaran saham perdana perusahaan itu pada 2004. Sengketa masalah hak paten itu dimenangi Yahoo yang memperoleh sejumlah pembayaran. Disebutkan, Google melakukan penyelesaian kasus itu dengan menerbitkan 2,7 juta saham untuk saingannya. Berikut adalah 10 gugatan Yahoo kepada pihak Facebook.
1.      Paten Amerika Serikat (AS) No 6,901,566 : Metode dan sistem untuk mengoptimalkan penempatan iklan pada halaman Web.
2.      Paten AS No 7,100,111 : Metode dan sistem untuk mengoptimalkan penempatan iklan pada halaman Web.
3.      Paten AS No 7,373,599 : Metode dan sistem untuk mengoptimalkan penempatan iklan pada halaman Web.
4.      Paten AS No. 7,668,861 : Sistem dan metode untuk menentukan validitas interaksi pada jaringan.
5.      Paten AS No. 7,269,590 : Metode dan sistem untuk menyesuaikan tampilan informasi yang terkait dengan pengguna jaringan sosial.
6.      Paten AS No. 7,599,935 : Kontrol untuk memungkinkan pengguna melakukan tampilan preview dari konten yang dipilih berdasarkan tingkat otorisasi pengguna lain.
7.      Paten AS No. 7,454.509 : Pemutaran sistem online dalam komunitas agar satu sama lain dapat menikmati layanan.
8.      Paten AS No. 5,983.227 : Dinamisasi halaman generator, yang memungkinkan pengguna mengostumisasi halaman dengan template.
9.      Paten AS No. 7,747,468 : Konten konsinyasi penjualan dalam sistem dan metode untuk jaringan penyiaran.
10.  Paten AS No. 7,406,501 : Sistem dan metode untuk instant messaging menggunakan protokol e-mail.


Kesimpulan:
Berdasarkan kasus di atas, pihak Yahoo! memenangkan hak paten yang diperebutkan antara perusahaan Facebook dan perusahaan Yahoo! karena pihak Yahoo! terlebih dahulu mematenkan ketimbang pihak Facebook sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut:
(1)   Pemegang paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya
a.       Dalam hal paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, meyerahkan, atau menyediakan untuk dijual  atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
b.      Dalam hal paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Dengan begitu, seharusnya pihak Facebook meminta maaf dan mengganti rugi kepada pihak Yahoo!.


Sumber:
http://www.lihatberita.com/2012/03/10-gugatan-hak-paten-yahoo-ke-facebook.html

Kamis, 31 Maret 2016

KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA FILM SOEKARNO

Bisnis.com, JAKARTA -Film Soekarno garapan sutradara Hanung Bramantyo terancam ditarik dari peredaran setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan penetapan sementara terkait adanya dugaan pelanggaran hak cipta di film tersebut. 

Penetapan sementara ini diterbitkan setelah Rachmawati Soekarnoputri, salah satu putri Bung Karno, melayangkan permohonan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam penetapan sementara yang dikeluarkan pada Rabu (11/12), pihak PT Tripar Multivision Plus, Raam Jethmal Punjabi, dan Hanung Bramantyo diperintahkan segera menyerahkan master serta skrip film Soekarno kepada Rachmawati. Alasannya, terdapat pelanggaran hak cipta di film tersebut.  Multivision Plus, Raam Punjabi, serta Hanung juga diperintahkan menghentikan, menyebarluaskan, ataupun mengumumkan hal-hal yang terkait dengan film Soekarno khusus di adegan yang tercantum di skrip halaman 35.
Menurut penetapan sementara, adegan itu menampilkan "...dan tangan polisi militer itu melayang ke pipi Sukarno beberapa kali. Saking kerasnya Sukarno sampai terjatuh ke lantai" dan adegan "popor senapan sang polisi sudah menghajar wajah Soekarno".
Kuasa hukum Rachmawati Turman Panggabean mengklaim skrip film layar lebar ini dibuat oleh kliennya.
"Skrip pertama dan kedua oke, lalu di skrip ketiga tiba-tiba ada cerita Soekarno bertemu dengan polisi militer Jepang dan ditempeleng sampai jatuh. Rachma tidak setuju dan akhirnya mengundurkan diri," paparnya kepada Bisnis, Kamis (12/12/2013). 
Padahal menurut Turman, Rachmawati lah yang awalnya memunyai ide membuat film ini. Setelah kliennya mundur, produksi film tetap dilanjutkan termasuk adanya adegan yang dipermasalahkan. 
"Film harus ditarik. Kalau mau dikeluarkan lagi, harus direvisi dulu skripnya," tegasnya. 
Permohonan penetapan sementara ini didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2012. Beleid ini khusus mengatur hak kekayaan intelektual, yakni hak cipta, desain industri, merek, dan paten. Dalam ketentuan itu juga disebutkan bagi mereka yang tidak menaati penetapan ini dapat dipidana dengan Pasal 216 KUHP. Pidana penjara yang dinyatakan dalam pasal itu adalah paling lama 4 bulan 2 minggu, sedangkan pidana denda paling banyak sebesar Rp9.000,-. Terkait hal ini, pihak Hanung menolak berkomentar dan hanya mengatakan permasalahan tersebut akan dijelaskan oleh kuasa hukum Multivision Plus.
Berikut merupakan isi dari pasal 216 KUHP.
(1) Setiap terdakwa yang diputus pidana wajib membayar biaya perkara.
(2) Dalam hal terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan kepada negara.
(3) Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentu dengan persetujuan pengadilan, biaya perkara dibebankan pada negara.

Kesimpulan:
Menurut saya, dalam memproduksi sebuah film tentang pahlawan bangsa ada baiknya meminta izin terlebih dahulu kepada keluarga atau kerabatnya, selain itu, adegan-adegan yang ada di dalam film tersebut harus benar dan sesuai dengan kenyataan karena nantinya penonton akan menilai sifat dan sikap dari tokoh tersebut. Adegan-adegan di dalam film seharusnya juga sudah mendapatkan izin dari keluarga atau kerabat terdekat untuk disiarkan agar nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.


Sumber:
http://lifestyle.bisnis.com/read/20131212/254/192128/langgar-hak-cipta-film-soekarno-terancam-dibredel