Kamis, 31 Maret 2016

KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA FILM SOEKARNO

Bisnis.com, JAKARTA -Film Soekarno garapan sutradara Hanung Bramantyo terancam ditarik dari peredaran setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan penetapan sementara terkait adanya dugaan pelanggaran hak cipta di film tersebut. 

Penetapan sementara ini diterbitkan setelah Rachmawati Soekarnoputri, salah satu putri Bung Karno, melayangkan permohonan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam penetapan sementara yang dikeluarkan pada Rabu (11/12), pihak PT Tripar Multivision Plus, Raam Jethmal Punjabi, dan Hanung Bramantyo diperintahkan segera menyerahkan master serta skrip film Soekarno kepada Rachmawati. Alasannya, terdapat pelanggaran hak cipta di film tersebut.  Multivision Plus, Raam Punjabi, serta Hanung juga diperintahkan menghentikan, menyebarluaskan, ataupun mengumumkan hal-hal yang terkait dengan film Soekarno khusus di adegan yang tercantum di skrip halaman 35.
Menurut penetapan sementara, adegan itu menampilkan "...dan tangan polisi militer itu melayang ke pipi Sukarno beberapa kali. Saking kerasnya Sukarno sampai terjatuh ke lantai" dan adegan "popor senapan sang polisi sudah menghajar wajah Soekarno".
Kuasa hukum Rachmawati Turman Panggabean mengklaim skrip film layar lebar ini dibuat oleh kliennya.
"Skrip pertama dan kedua oke, lalu di skrip ketiga tiba-tiba ada cerita Soekarno bertemu dengan polisi militer Jepang dan ditempeleng sampai jatuh. Rachma tidak setuju dan akhirnya mengundurkan diri," paparnya kepada Bisnis, Kamis (12/12/2013). 
Padahal menurut Turman, Rachmawati lah yang awalnya memunyai ide membuat film ini. Setelah kliennya mundur, produksi film tetap dilanjutkan termasuk adanya adegan yang dipermasalahkan. 
"Film harus ditarik. Kalau mau dikeluarkan lagi, harus direvisi dulu skripnya," tegasnya. 
Permohonan penetapan sementara ini didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2012. Beleid ini khusus mengatur hak kekayaan intelektual, yakni hak cipta, desain industri, merek, dan paten. Dalam ketentuan itu juga disebutkan bagi mereka yang tidak menaati penetapan ini dapat dipidana dengan Pasal 216 KUHP. Pidana penjara yang dinyatakan dalam pasal itu adalah paling lama 4 bulan 2 minggu, sedangkan pidana denda paling banyak sebesar Rp9.000,-. Terkait hal ini, pihak Hanung menolak berkomentar dan hanya mengatakan permasalahan tersebut akan dijelaskan oleh kuasa hukum Multivision Plus.
Berikut merupakan isi dari pasal 216 KUHP.
(1) Setiap terdakwa yang diputus pidana wajib membayar biaya perkara.
(2) Dalam hal terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan kepada negara.
(3) Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentu dengan persetujuan pengadilan, biaya perkara dibebankan pada negara.

Kesimpulan:
Menurut saya, dalam memproduksi sebuah film tentang pahlawan bangsa ada baiknya meminta izin terlebih dahulu kepada keluarga atau kerabatnya, selain itu, adegan-adegan yang ada di dalam film tersebut harus benar dan sesuai dengan kenyataan karena nantinya penonton akan menilai sifat dan sikap dari tokoh tersebut. Adegan-adegan di dalam film seharusnya juga sudah mendapatkan izin dari keluarga atau kerabat terdekat untuk disiarkan agar nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.


Sumber:
http://lifestyle.bisnis.com/read/20131212/254/192128/langgar-hak-cipta-film-soekarno-terancam-dibredel

KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA LAGU PARAH - RADJA



Inul daratista menanggapi santai tuduhan band Radja tentang pelanggaran hak cipta yang dilakukan PT. Inul Vista terhadap group band Radja. Tempat karaoke milik Inul dituding telah menggunakan lagu Parah milik Radja tanpa seizinnya. Band yang dimotori oleh Ian kasela juga telah melaporkan beberapa tempat karaoke seperti Inul Vizta, Diva Karaoke, Happy Puppy, dan Nav Karaoke. Menurut kuasa hukum Radja, Yanuar Bagus Sasmito, penggunaan lagu milik Radja adalah sebuah bentuk tindak pelanggaran terhadap hak cipta karena lagu radja yang berjudul parah sudah ada di beberapa tempat karaoke padahal belum resmi dirilis. Ditambahkan Yanuar, bukan masalah lagu yang dicuri tersebut sudah dihapus atau belum, namun adalah pelanggaran hak cipta karena mengkomersialkan sebuah lagu tanpa izin dari pencipta.
Perseteruan antara group band kenamaan dan penyanyi dangdut papan atas Ibukota itu memanas karena dari beberapa kali pertemuan belum juga menemukan titik temu. Selain itu, Ian Kasela menegaskan kalau band Radja sama sekali belum membuat perjanjian dengan pihak manapun untuk mengizinkan lagu tersebut disebarkan.
Inul mengaku kini tak sendiri sebabnya asosiasi PAPPRI sudah mengcover semua permasalahan yang ada pada anggotanya. "Sejauh ini saya masih belum menerima surat pangilan, kita tunggu aja. Kemarin sudah ada pertemuan, kayaknya tidak menghasilkan sesuatu yang bagus. Mereka tetap melaporkan. Kita ada asosiasi, Ian juga melaporkan semua yang masuk dalam PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia). Ini semua juga sudah tergabung dan semuanya mendapat somasi dari dia, jadi, untuk menghadapinya kita akan sama-sama. Mudah-mudahan ada jalan baik," kata Inul, saat ditemui dipreskon ulang tahun Indosiar yang ke-19, SCTV Tower, Senayan, Jakarta, Jumat (3/1).
Pemilik goyang ngebor Inul Daratista terlihat pasrah menghadapi perseteruan dengan group band Radja. Band yang beranggotakan 5 orang itu mulai melaporkan tempat-tempat karaoke yang telah menyebarkan lagu mereka ke Mabes Polri pada tanggal 03 Januari 2014 lalu. Bukan hanya karaoke Inul Vista milik PT Inul Vista Pratama, radja juga turut menyeret PT Diva Head Office, PT Charly Family Karaoke, PT Imperium Happy Puppy, dan PT Nav Karaoke, karena kelima perusahaan karaoke dianggap telah melanggar Hak Cipta milik Radja.
Dalam waktu dekat Radja juga akan melaporkan satu lagi tempat karaoke ke polisi. "Nanti setelah ini bakal ada kelanjutannya, bakal ada yang dilaporkan lagi. Tempat karaoke yang lebih besar," ungkap Ian Kasela, vokalis Radja di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2014).
Inul tampaknya siap untuk dipanggil oleh pihak berwajib untuk menghadapi kasus hukum tersebut. "Saya siap dipanggil. Saya dari dulu sudah sering, sampai saya hamil besar pun saya pernah datang untuk panggilan polisi," jelasnya.


Kesimpulan:
Berdasarkan kasus di atas, yaitu penggunaan lagu Radja tanpa izin dan digunakan untuk kepentingan komersial oleh Inul Vista dapat dikategorikan sebagai bentuk kegiatan mempublikasikan suatu ciptaan dan dilakukan untuk keperluan komersil dimana akan menguntungkan pemilik karaoke dan merugikan pemilik dan pencipta lagu karena lagu tersebut belum dirilis secara resmi.
Menurut saya, sebaiknya meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik dan pencipta lagu apabila ingin menggunakan lagu untuk keperluan bisnis agar keduanya bisa saling menguntungkan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena walau pada dasarnya setiap musisi ingin agar karyanya dapat dinikmati oleh semua orang, mereka juga ingin hasil jerih payahnya dihargai. 
Kasus tersebut melanggar Undang–Undang No.19 tahun 2002 Pasal 2 ayat 1 tentang Hak Cipta yang berbunyi sebagai berikut:
Seorang pencipta lagu memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dan memberikan ijin kepada pihak lain untuk melakukan hak tersebut.
Pasal 72
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000- (lima miliar rupiah).
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).


Sumber:
http://acemark-ip.com/id/news_detail.aspx?ID=100&URLView=default.aspx